Hari ini, teknologi kecerdasan buatan atau yang populer dikenal sebagai artificial intelligence dapat ditemukan nyaris di berbagai aspek kehidupan. 

Simulasi aspek kognitif manusia yang diaplikasikan ke dalam mesin, dan diprogram agar dapat berpikir layaknya manusia ini diatur sedemikian rupa agar dapat melakukan pekerjaan yang umumnya membutuhkan tenaga dan kecerdasan manusia.

Bahkan saking canggihnya, mesin kecerdasan buatan dapat belajar dan mengoreksi diri sendiri kendati memerlukan data yang terus diperbaharui oleh manusia setiap waktunya.

Kecerdasan buatan bernama Google Translate

Di kehidupan sehari-hari, kamu dapat menemukan kecerdasan buatan membantumu mengerjakan ragam jenis pekerjaan menjadi lebih mudah, dari penunjuk jalan, mesin pencarian informasi, hingga penerjemahan bahasa.

Ya, kecerdasan buatan telah terintegrasi dalam dunia penerjemahan modern. Salah satu model kecerdasan buatan yang paling umum dikenal di dunia penerjemahan yaitu Google Translate.

Mesin terjemahan otomatis besutan raksasa teknologi, Google ini memungkinkanmu menerjemahkan bahasa asing ke bahasa apapun yang kamu kuasai, pun sebaliknya. Tak terkecuali menerjemahkan bahasa Indonesia.

Tak hanya itu, sejumlah bahasa daerah di Indonesia juga dapat diterjemahkan melalui Google Translate lho.

Sekitar 103 bahasa di seluruh dunia dapat diterjemahkan melalui mesin penerjemahan super canggih ini. Kamu juga dapat mengantonginya kemanapun bersama ponsel pintar milikmu.

Tak sekadar menerjemahkan bahasa yang kamu kehendaki, Google Translate juga hadir dengan beragam fitur canggih yang memudahkan proses penerjemahan sehari-hari. Mesin terjemahan otomatis ini dapat mengenali informasi di dalam suara dan gambar yang kamu input.

Kamu dapat mengucapkan informasi yang ingin kamu terjemahkan menggunakan fitur pengenal suara Google Translate. Selain itu, jika menemukan informasi berbahasa asing yang sulit dipahami, kamu dapat memotretnya, lantas Google Translate menerjemahkan informasi di dalam gambar tersebut secara otomatis. Canggih bukan?

Namun demikian, kendati dapat menerjemahkan berbagai bahasa, Google Translate bukanlah mesin terjemahan yang tanpa cela. Satu aspek penting dalam kerja penerjemahan yang belum dapat sepenuhnya digantikan oleh kecerdasan buatan seperti Google Translate yaitu konteks.

Google Translate belum dapat gantikan peran manusia di dunia penerjemahan

Mengenali konteks informasi yang diterjemahkan barangkali merupakan salah satu kelemahan terbesar Google Translate hari ini. Sebab belum dapat memahami sepenuhnya konteks informasi yang diterjemahkan, hasil terjemahan Google Translate pun kerap terasa kaku, bahkan tidak jarang meleset dari konteks kalimat yang dimaksud.

Maka tak heran, mesin terjemahan otomatis ini belum dapat menggantikan peran manusia dalam alur kerja industri penerjemahan. Bahkan untuk menggantikan kamus terintegrasi seperti Merriam-Webster misalnya, Google Translate masih jauh dari kata sempurna.

Mengapa demikian? Proses penerjemahan akan selalu melibatkan konteks informasi di dalamnya. Sebuah kata, salah satu unit terkecil dalam informasi, tidak jarang kedudukannya dipengaruhi situasi yang terjadi di dalam rangkaian informasi tersebut, bahkan lebih jauh, sejarah yang melingkupi informasi terkait.

Hal inilah yang belum dapat dipahami oleh kecerdasan buatan semacam Google Translate, kendati bank kata mesin terjemahan otomatis ini diperbaharui setiap waktu. Peran manusia sangatlah dibutuhkan dalam alur kerja penerjemahan.

Sebab, jangankan mesin otomatis, seorang penerjemah amatiran pun mudah tergelincir dalam menerjemahkan rangkaian informasi jika tidak ulet mengenali konteks dan tidak cakap menghidupkan naskah secara utuh.

Maka dari itu, selain dituntut memiliki perbendaharaan kata yang kaya, penting bagi seorang penerjemah memiliki kecakapan dalam mengolah kalimat.

Sementara menyoal Google Translate, mesin terjemahan otomatis ini belumlah dapat dijadikan rujukan utama kerja penerjemahan saat ini, entah untuk puluhan tahun lagi. Sebab zaman terus berevolusi, bergerak cepat meninggalkan orang-orang yang pesimis, maka kemungkinan itu selalu terbuka lebar. Namun satu yang pasti, kepekaan rasa yang dimiliki manusia tidak akan pernah terganti.

Hubungi kami

×