Kurang lebih 22 tahun sudah UNESCO mengesahkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Saban tahun, momen spesial ini dirayakan guna melestarikan dan melindungi semua bahasa yang digunakan oleh masyarakat penutur di dunia.

Bukan tanpa sebab bahasa ibu atau bahasa daerah harus selalu dilestarikan; sebuah riset mengungkapkan, setiap dua pekan, satu bahasa daerah di dunia lenyap, beserta warisan budaya dan intelektual yang mengiringinya.

Di Indonesia sendiri, Hari Bahasa Ibu Internasional harusnya dimaknai lebih dalam dengan melakukan sejumlah upaya menjaga dan melestarikan ratusan bahasa daerah. Pada medio akhir 2019, Badan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah.

Potensi kepunahan secara perlahan ratusan bahasa ibu Nusantara tersebut nyata adanya. Terlebih di era globalisasi, tidak sedikit muda-mudi yang tercerabut dari akar budaya dan bahasa ibunya dikarenakan tuntutan global mengharuskan mereka menjadi ‘manusia hari ini’ yang serba terpusat, dampak efek domino Jawasentris hingga Baratsentris.

Punahnya bahasa ibu di Indonesia

Indonesia boleh dibilang cukup beruntung karena saat bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional, penetapan tersebut tidak lantas menjelma menjadi bahan konflik berkepanjangan seperti yang dialami negara lain.

Padahal, Indonesia merupakan negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini. Bayangkan, betapa kompleksnya keributan yang terjadi jika penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dipermasalahkan setiap daerah.

Indonesia sendiri, dari 2.452 daerah pengamatan, tercatat memiliki 652 bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek). Sementara berdasarkan akumulasi persebaran bahasa daerah per provinsi, bahasa ibu di Indonesia total berjumlah 733.

Potensi kepunahan bahasa ibu tersebut patut diwaspadai, terlebih Badan Bahasa Kemdikbud mencatat ada 67 bahasa ibu yang terancam punah, tersebar antara lain di Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Faktor penyebab punahnya bahasa daerah tersebut pun beraneka macamnya, dari kondisi geografis, bencana alam, hingga sikap masyarakat setempat yang tidak lagi menghargai bahasa daerahnya.

Sementara itu, bahasa daerah juga bisa punah dikarenakan adanya kawin campur, yaitu pernikahan dengan orang berlatar belakang etnis dan bahasa daerah yang berbeda. Umumnya, anak hasil perkawinan ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, menggantikan bahasa daerah yang dimiliki kedua orang tuanya.

Maka tak heran, sebagian anak Indonesia berbahasa ibu bahasa daerah, sementara sebagian lainnya berbahasa ibu bahasa Indonesia. Bahkan, tidak sedikit anak Indonesia hari ini berbahasa ibu bahasa asing.

Lantas, bagaimana kita menyikapi hal ini?

Siasat melestarikan bahasa ibu di Indonesia

Meski terdengar utopis, bahasa ibu di setiap daerah tetap mungkin dilestarikan di tengah era globalisasi hari ini.

Namun, pelestarian dan perlindungan bahasa ibu tersebut harus dilakukan secara gotong-royong dan sistematis. Sistem pengajaran muatan lokal di sekolah, misalnya, sepatutnya mendapatkan perhatian lebih; dimulai dari pembekalan calon guru bahasa daerah dengan metode pengajaran memadai dan inovatif, para calon guru bahasa daerah bisa diasah keterampilan dan kreativitasnya untuk mengajarkan bahasa daerah secara lebih menarik.

Tak hanya itu, dukungan moral dan materi dari pemerintah pula masyarakat pun sama pentingnya. Tentu ini jadi pe-er besar bagi pemerintah, yang masih menganaktirikan profesi guru secara keseluruhan.

Sementara itu, dukungan dari masyarakat dapat membangkitkan semangat dan citra guru bahasa daerah di keseharian: bahwa guru bahasa daerah sama pentingnya dengan guru bahasa Indonesia dan guru bahasa asing.

Pada unit pendidikan terkecil, yaitu keluarga, orang tua dapat mengenalkan pentingnya menjaga bahasa ibu melalui pendekatan kesenian dan kebudayaan tradisional.

Anak-anak dapat mulai dikenalkan dengan kesenian dan kebudayaan lokal mereka melalui sanggar terdekat. Dalam hal ini, orang tua juga bisa berperan secara langsung mengenalkan budaya dan bahasa ibu mereka, antara lain, melalui pola tutur orang tua yang berkomunikasi menggunakan bahasa daerah di keseharian termasuk di rumah.

Meski tidak mudah, barangkali upaya-upaya ini dapat kita lakukan bersama demi menyelamatkan bahasa-bahasa ibu kita. Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional!

Hubungi kami

×